SETELAH merilis aturan fiskal untuk mobil murah dan ramah lingkungan (LCGC: Low Cost Green Car), pemerintah kini punya tugas baru. Mau tak mau, agar tujuan penghematan subsidi tercapai, pemerintah mesti memastikan semua LCGC menggunakan bahan bakar non-subsidi seperti Pertamax atau Pertamax-Plus.
Karena itu, sehari sebelum Indonesia International Motor Show (IIMS) 2013 digelar, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengingatkan Menteri Perindustrian agar menyiapkan aturan teknis yang mengharuskan LCGC memakai bensin minimal Pertamax. "Jika LCGC menggunakan premium, sama saja bohong," kata Hatta.
Secara teknis, penggunaan bahan bakar dengan kandungan oktan 92 sebenarnya sudah dicantumkan dalam Peraturan Menteri Perindustrian. Namun, dalam formulir tentang petunjuk teknis yang berupa pernyataan produsen tidak ada, kecuali hanya soal hemat dan harga terjangkau. Spesifikasi mesin yang disyaratkan hanya sampai pada tataran penghematan, yakni 1 liter untuk 20 kilometer.
Namun jika dicermati, patokan penghematan tersebut menunjukkan jenis bahan bakar apa yang cocok dengan mesin LCGC. Kuncinya ada pada rasio kompresi.
Rasio kompresi adalah perbandingan ruang di dalam kamar silinder, saat piston berada di titik mati bawah (TMB) dan titik mati atas (TMA). Semakin lebar perbandingan ruangannya, semakin besar kompresi atau tekanan yang diciptakan mesin itu. Jika kompresi semakin besar, penggunaan bahan bakar bisa lebih hemat.
Tentu tidak semua bensin akan cocok dengan mesin berkompresi tinggi. Patokannya terletak pada bilangan oktan atau Research Octane Number (RON). Semakin rendah RON, maka bensin tersebut semakin cepat terbakar. Sebaliknya, semakin tinggi oktan, maka bensin akan semakin lama terbakar.
Rasio kompresi dan oktan selalu berbanding lurus. Mesin berkompresi rendah membutuhkan bensin yang cepat terbakar atau RON rendah. Begitu pun sebaliknya, mesin berkompresi tinggi perlu bensin yang lambat terbakar alias RON tinggi. Jika ini tak dipenuhi, tenaga mesin akan berkurang. Silinder dan piston pun akan cepat rusak lantaran gerakannya tak mulus alias terbatuk-batuk.
Rasio kompresi dan oktan selalu berbanding lurus. Mesin berkompresi rendah membutuhkan bensin yang cepat terbakar atau RON rendah. Begitu pun sebaliknya, mesin berkompresi tinggi perlu bensin yang lambat terbakar alias RON tinggi. Jika ini tak dipenuhi, tenaga mesin akan berkurang. Silinder dan piston pun akan cepat rusak lantaran gerakannya tak mulus alias terbatuk-batuk.
Di Indonesia, konsumen awam mengenal tiga jenis bensin yakni Premium, Pertamax dan Pertamax Plus. Tiga jenis bensin ini memiliki RON berbeda. Premium misalnya, menyandang pangkat RON 88. Sedangkan Pertamax dan Pertamax-Plus masing-masing punya RON 92 dan 95.
Jika dikaitkan dengan rasio kompresi, seperti ini hubungannya:
- RON 88, rasio kompresi 7-9:1
- RON 92, rasio kompresi 9-10:1
- RON 95, rasio kompresi 10-11:1
- RON 92, rasio kompresi 9-10:1
- RON 95, rasio kompresi 10-11:1
Berbekal patokan tersebut, bisa diketahui bensin jenis apa yang cocok untuk satu mobil. Jika Anda hendak membeli LCGC coba cermati brosurnya dan lihat berapa besar rasio kompresi mesinnya.
Sebagai contoh, Toyota Agya dan Daihatsu Ayla yang memakai mesin 1-KR 1,0 liter DOHC memiliki kompresi 9-10:1. Sedangkan Honda Brio Satya dibekali mesin 1,2 l SOHC 4 silinder iVTEC dengan rasio kompresi 10,5:1. Melihat angka tersebut, kedua mobil ini hanya cocok dengan bensin Pertamax beroktan 92.
Sebagai contoh, Toyota Agya dan Daihatsu Ayla yang memakai mesin 1-KR 1,0 liter DOHC memiliki kompresi 9-10:1. Sedangkan Honda Brio Satya dibekali mesin 1,2 l SOHC 4 silinder iVTEC dengan rasio kompresi 10,5:1. Melihat angka tersebut, kedua mobil ini hanya cocok dengan bensin Pertamax beroktan 92.
Bagaimana dengan LCGC buatan pabrikan lain? Sila cermati brosurnya dan jangan salah pilih bensin. Jika salah pilih, alih-alih untung Anda malah akan buntung.
Penulis: Peppy Ramadhyaz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar